Tentang Diri

Halo,

Perkenalkan nama saya Anita Yulia Purniati, biasa dipanggil Anita. Saya lahir pada tanggal 27 Juli 1995 di Jakarta. Saya terlahir di keluarga sederhana, ibu saya asli Jakarta dan ayah saya memiliki darah Banten. Saya adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dan hanya tersisa saya yang belum menikah. Karena keenam kakak saya telah menikah, saya memiliki sebelas keponakan. Jadilah kami keluarga yang sangat besar.

Sewaktu saya kecil, saya lebih suka bermain dengan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Setiap hari saya habiskan untuk bermain basket, sepakbola, dan bahkan saya memiliki mobil-mobilan remote control yang saat itu sedang hits dikalangan anak kecil. Karena waktu yang saya habiskan untuk bermain olahraga itu, ketika saya besar saya sudah lebih mahir bermain badminton dan basket dengan modal bermain setiap hari dan menonton tv. Kakak saya pun berminat untuk memasukkan saya ke salah satu klub badminton di Jakarta. Tapi sayang, ayah saya menolak dan melarang keras usulan dari kakak saya. Saya pun tidak dapat berbuat banyak, karena masih 
duduk di bangku sekolah dasar.

Masa-masa sekolah dasar mungkin adalah saat yang membanggakan untuk kedua orangtua saya. Boleh dibilang keluarga saya termasuk keluarga yang religius, terutama ayah saya. Beberapa kali saya memenangkan lomba baca Al-Quran, dan salah satunya sempat masuk ke semifinal lomba baca Al-Quran yang diselenggarakan oleh RRI. Saya terbilang cukup nakal sewaktu sekolah dasar dulu. Saya sering berkelahi dengan teman, jarang belajar, dan bahkan saya pernah menghilangkan sepeda motor milik kakak saya. Tetapi, kenakalan saya sejalan dengan tekunnya niat saya untuk masuk SMP Negeri. Akhirnya, saya pun diterima di salah satu  SMP Negeri unggulan di Jakarta.

Sejak SMP saya mulai berpikir kenakalan-kenakalan yang saya lakukan dulu. Oleh sebab itu saya memutuskan untuk mulai mengisi hari-hari saya dengan hal yang positif. Mulai dari mengikuti ekskul PMR, yang membawa saya mengenal lebih luas tentang Palang Merah Indonesia, cara menolong orang yang kecelakaan, belajar Basic Life Support dan lain-lain. Tentunya hal ini membuat saya menjadi memiliki teman yang sangat banyak. Saya selalu semangat untuk berangkat ke sekolah karena ingin bertemu dengan mereka. Tapi sayangnya, orangtua saya tidak pernah tahu kalau saya memiliki banyak teman. Di mata mereka, saya hanya seorang anak pendiam yang tidak memiliki teman. Disitulah saya mulai merasa, mengapa bisa orangtua saya menilai saya seperti itu sedangkan mereka tidak pernah menanyakan hal apapun pada saya kecuali nilai rapor.

Saking banyaknya teman yang saya miliki, sulit rasanya untuk menceritakan mereka satu per satu. Mereka bukan hanya dari satu lingkaran besar, tapi lingkaran-lingkaran kecil pertemanan yang ada di sekolah, saya masuki hampir setengahnya. Benar-benar menyenangkan. Mendengar mereka bercerita ini itu, karena untuk saya, mendengarkan orang lain berarti belajar dari pengalaman orang lain.

Dimulai dari bangku SMP, saya mulai bertanya-tanya. Saya ini siapa? Saya ini seperti apa? Saya akan menjadi apa? Orangtua saya membentuk saya untuk mengikuti semua hal dengan teratur, tetapi saya tidak bisa. Kakak saya menawarkan saya untuk berlatih musik. Saya pun mencari kira-kira alat musik apa yang jarang pemainnya. Drum? Tidak juga. Gitar? Tidak. BIOLA! Saya pun  mulai les biola pertama kali dengan uang kakak saya. Saya bertemu dengan guru biola saya yang masih duduk di bangku SMA, beda jarak tiga tahun dengan saya. Dia benar-benar memotivasi saya, seperti kakak sendiri. Bulan-bulan berikutnya kakak saya tidak menanggung uang bayarannya lagi, sehingga saya merelakan uang jajan saya sehari-hari untuk les. Saya benar-benar tidak jajan apapun selama di sekolah, saya berpikir jika hanya pulang jam dua siang, saya masih bisa menahan jajan dan makan di rumah. Akhirnya saya pun les dengan uang sendiri sampai sekitar setahun. Hingga saat ini total saya sudah mencoba dua komunitas biola dan satu les formal. Sempat terhenti karena beberapa alasan, namun makin kesini saya merasa suatu kekosongan jika saya tidak memainkan biola.

Ayah saya sangat tidak menyukai orang yang bermain musik. Bahkan kakak saya bercerita bahwa ketika ia bermain gitar dan mempunyai band, gitarnya dihancurkan oleh ayah saya. Tapi ajaibnya, ayah saya selalu bertanya kepada saya, “Kenapa kamu ga latihan hari ini?” karena saya biasanya pukul 17.00 sampai adzan maghrib berlatih biola. Saya anak satu-satunya di keluarga saya, yang diperbolehkan untuk memainkan alat musik. Saya sangat bersyukur.

Menanjak naik ke tingkat SMA, saya semakin serius belajar dan masuk jurusan IPA. Menurut saya pribadi, tidak ada  hal yang begitu melekat di SMA, lebih banyak memori yang terkenang waktu SMP. Saya sempat menjuarai lomba kimia tingkat sekolah, dan itu membawa saya dan dua orang teman saya untuk mewakili sekolah di Pesta Sains Nasional yang diadakan oleh IPB. Merupakan suatu kebanggaan tersendiri bisa bersaing dengan teman-teman seluruh Indonesia, walaupun kami hanya mendapat peringkat 118 dari 1360 peserta. Itu merupakan pengalaman yang unik dan tidak terulang dua kali dalam hidup saya.

Waktu pun semakin dekat dengan Ujian Nasional dan kelulusan. Saya mulai sibuk mencari info tentang universitas-universitas. Saya sangat ingin masuk FK UNPAD, tapi saya tau kemampuan matematika saya tidak baik. Meskipun saya berlatih, saya tetap tidak dapat menguasai matematika. Akhirnya berujung kegagalan untuk masuk ke fakultas kedokteran. Saya ingin masuk jurusan musik, dan ibu saya bertanya, “Mau jadi apa kamu kuliah jurusan itu? Jangan mengada-ada.” Glek, air mata saya langsung mengembang. Ternyata apa yang kita cita-citakan begitu besar, masih bisa terlihat kecil juga di mata orang lain, bahkan orangtua sendiri. Saya punya julukan, Paganinita, yaitu gabungan antara nama saya dan nama pemain biola terkenal di dunia, Nicolo Paganini, jadilah Paganinita.

Prosesnya begitu panjang hingga akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Tapi pada akhirnya saya bangga, karena saya tidak salah memilih, apapun selain pelajaran kalkulus, saya sangat menyukainya. Mengapa saya memilih teknik industri? Karena saya yakin sedikit banyak ilmu yang saya dapatkan, bisa diaplikasikan untuk perusahaan tempat saya bekerja (nantinya) ataupun untuk menjadi pengusaha.

Saya mulai usaha saya sejak 2013, saya menjual apapun yang bisa saya jual di internet. Saya menjual kaoskaos milik orang lain. Suatu hari saya salah menyebutkan harga, dan ternyata keuntungan yang saya dapat malah sebesar 57ribu dari satu kaos. Saya mulai berpikir tidak normal. Ah, kalau begitu, ayo bikin kaos sendiri. Saya mulai mempelajari bahan kaos, bahan sablon, kekurangan kelebihan, mengikuti seminar dan lain-lain. Hingga saat ini saya memiliki brand sendiri, yaitu Red Dots. Usaha ini berjalan karena saya menjual biola saya, dan saya sudah memiliki website untuk usaha online saya tersebut yaitu www.titikmerah.com . Tapi tenang saja, sekarang saya sudah punya biola penggantinya hehe, meskipun agak sedih.

Setiap harinya saya selalu mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan clothing saya, dan berharap suatu saat brand saya akan meledak di pasaran dan dikenal banyak orang. Sampai bertemu di masa depan yang sukses, teman-teman.

Salam,

Anita Yulia.